(REUTERS/Yaser Al-Khodor)
Militan ISIS berparade di kota Tel Abyad, Suriah (ilustrasi)
|
Padahal negara Yahudi ini terus terlibat dalam pembantaian umat Muslim Palestina.
Padahal letak wilayah lebih dekat dengan markas-markas ISIS yang mengobarkan perang di Suriah dan Irak.
Tapi tak tak terdengar seruan untuk menyerang Israel dan ISIS justru meminta maaf ketika salah menyerang ke arah wilayah negara Zionis itu.
Pemimpin ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi di sebuah masjid di kota Mosul, Irak, 5 Juli 2014 (Reuters) |
Baru-baru ini sebuah serangan bom di Indonesia, yakni bom kampung melayu nyatanya pernah diklaim ISIS akibat 'ulahnya'
Seperti diberitakan AFP, melalui kantor berita Amaq, ISIS menyebut, serangan yang menewaskan tiga polisi tersebut dilakukan oleh "pejuang" kelompok ISIS.
Publikasi ini dikeluarkan kelompok intelijen SITE yang berkedudukan di Amerika Serikat.
Analis menyebut, klaim tersebut tergolong kredibel dan bisa dipercaya mengingat keberadaan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), yang merupakan jaringan lokal teroris ISIS di Indonesia.
Seperti yang diketahui, dilansir dari bbc.com, kelompok ini nyatanya berkeinginan mendirikan sebuah "khilafah", sebuah negara yang dikuasai satu pemimpin keagamaan dan politik menurut hukum Islam atau syariah.
Strategi brutalnya, termasuk pembunuhan massal dan penculikan anggota kelompok keagamaan dan suku.
Di samping itu melakukan pemenggalan tentara dan wartawan sempat memicu kekhawatiran dan kemarahan di dunia dan campur tangan militer Amerika Serikat.
Meskipun saat ini terbatas di Irak dan Suriah, ISIS bertekad akan "menerobos perbatasan" Yordania dan Lebanon dan "memerdekakan" Palestina.
Mereka mendapatkan dukungan warga Islam di dunia yang menyatakan kesetiaan kepada pemimpinnya, Ibrahim Awad Ibrahim Ali al-Badri al-Samarrai atau Abu Bakr al-Baghdadi.
Lalu, jika ISIS mempunyai tujuan untuk 'memerdekakan' Palestina, mengapa mereka tidak menyerang Israel ?
Dikutip dari laman the Times of Israel, kelompok ISIS pernah mengemukakan alasannya mengapa tidak menyerang Israel.
Bahkan ISIS menyebut permasalahan Palestina tidak seharusnya mendapatkan perlakuan istimewa.
Pada bulan Maret tahun 2016, surat kabar mingguan, Al-Naba yang diklaim milik negara islam memuat sebuah artikel berjudul “Beit Al-Maqdis” dan “First and Foremost an Issue of Shari’a Law”.
Dalam artikel tersebut, mereka mengakui bahwa kelompoknya (ISIS) kurang melakukan serangan terhadap Israel.
Mereka beralasan bahwa Jihad di Palestina sama dengan jihad di tempat lain.
Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa pemerintah Arab adalah pemerintahan yang mengacu pada tirani.
Oleh karenanya, dua kota besar yang ada di dalamnya, Mekkah dan Madinah harus diselamatkan dari keluarga kerajaan Saudi.
Selain itu, ada pula pernyataan keras yang dikutip dari artikel tersebut.
"Untuk Negara Islam, ‘Jihad di Palestina sama dengan jihad di tempat lain."
Terlepas dari kenyataan bahwa Suriah dan Irak dibanjiri oleh para pejuang dari seluruh dunia.
Artikel itu menyerukan para jihadis untuk melakukan perlawanan terhadap "orang-orang kafir" yang terdekat dengan mereka.
Oleh karena itu, memerangi orang Yahudi harus diserahkan kepada Muslim di Israel / Palestina, sementara Muslim Suriah harus melawan Bashar Assad dan Muslim Mesir harus melawan Abdel-Fattah el-Sissi.
Selain itu, ISIS juga lebih mementingkan perang melawan orang "kafir di dalam".
Artinya melawan penguasa dan pemerintah muslim yang berseberangan dengan kepentingan mereka.
Lalu, kelompok ISIS juga nyatanya mengutarakan bahwa perang melawan Israel adalah penyimpangan.
Pendapat tersebut dikarenakan Jihad menurut mereka itu bertujuan untuk menerapkan hukum syariah.
"Karena seluruh dunia kecuali untuk daerah ISIS dikendalikan dan diperintah oleh orang-orang kafir,” kata artikel tersebut.
Anehnya, meski menuliskan hal demikian, dalam artikel tersebut, ISIS tetap mencantumkan bahwa seluruh umat Islam wajib mengirimkan bantuan ke Palestina.
Namun, jika orang-orang tersebut tidak bisa datang ke timur tengah atau tidak punya uang untuk berperang di Palestina, ada alternatif lain yang ditawarkan oleh ISIS.
Yakni dengan menyerang kaum 'Yahudi' dan sekutunya di manapun mereka berada.
Termasuk dengan cara-cara kotor seperti membunuh, menghancurkan, serta menguras harta mereka.
Lain halnya dengan alibi dari ISIS yang tercantum dalam artikel di atas, alasan lainnya juga pernah diurai oleh beberapa jurnalis.
Menurut beberapa jurnalis Barat yang bisa memasuki wilayah ISIS dan selamat, Israel adalah satu-satunya negara yang ditakuti ISIS karena dianggap memiliki militer yang kuat.
Moshe Ya'alon adalah menteri pertahanan Israel sejak 2013 hingga dia mengundurkan diri pada Mei 2016.
Israel memiliki kebijakan non-intervensi terkait konflik rumit di Suriah, tetapi hanya sesekali negeri itu membalas jika terjadi serangan ke wilayahnya.
Meski pernah digempur oleh Rusia sekalipun, ISIS menganggap lawannya itu tidak berpengalaman melawan gerilyawan seperti mereka.
Lain halnya dengan Israel yang dikenal tangguh dalam bertempur.
ISIS pernah minta maaf kepada Israel setelah serang tentaranya
Dilansir dari The Independent melalui Kompas.com, sebuah kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan ISIS meminta maaf setelah menyerang tentara Israel.
Hal tersebut disampaikan Moshe Ya'alon, mantan menteri pertahanan Israel.
Kejadian yang disampaikan Ya'alon merujuk pada sebuah insiden saat sebuah kelompok yang berafiliasi dengan ISIS di dataran tinggi Golan terlibat baku tembak dengan tentara Israel pada November tahun lalu.
"Ada peristiwa belum lama ini saat Daesh (ISIS) menyarang dan kemudian meminta maaf," ujar Ya'alon saat berbicara di sebuah acara di kota Alufa, wilayah utara Israel.
Setelah baku tembak singkat itu, tentara Israel menyerang kelompok bersenjata Suriah, Khalid ibn al-Walid dengan serangan udara dan tank.
Serangan tersebut menurut harian The Times of Israel, menewaskan empat orang anggota kelompok Khalid ibn al-Walid.
Ini adalah baku tembak langsung pertama antara tentara Israel dan ISIS setelah kelompok tersebut menembaki sebuah patroli militer di wilayah Israel.
Khalid ibn al-Walid, yang berafiliasi dengan ISIS sejak Mei 2016, menduduki beberapa kota dan desa di perbatasan Israel dan Suriah lewat sebuah serangan mendadak pada Februari lalu.
Sayangnya, Ya'alon tidak mengelaborasi bagaimana kelompok itu mengucapkan permintaan maafnya kepada Israel.
Militer Israel juga enggan berkomentar.