google-site-verification=82PdpwdCu4bGf44-_1RqOUmGCL486EA2zsKIthhSql8

Kamis, 03 Desember 2020

Kehebatan Pasukan Tontaikam yang Ikut Buru Ali Kalora Cs, Menjangkau Daerah Sulit Pakai Motor Trail

 

Tontaipur pertama kali Iahir dengan nama Tontaikam Brigade. Simak kehebatan Tontaikam di artikel ini 


Jakarta - Inilah kehebatan pasukan Peleton Pengintai Keamanan (Tontaikam) yang ikut diterjunkan untuk memburu kelompok teroris Ali Kalora atau Mujahidin Indonesia Timur (MIT).

Melansir dari Wikipedia, Tontaikam merupakan satuan setingkat peleton di bawah Detasemen Markas Brigif Mekanis 1 PIK/Jaya Sakti, Kodam Jaya.

Pasukan ini sangat membantu tugas Brigif khususnya menangani masalah keamanan di daerah – daerah tertentu yang sangat sulit dijangkau kendaraan besar dan harus dijangkau dengan motor serta perlu segera penanganan secara cepat dan tepat.

Sama seperti Yonkav, tontaikam ini diharapkan juga mampu memberikan efek tekanan psikologis kepada para pengacau keamanan.

Tontaikam baru dibentuk pada 1992, dengan nama SS 44 A/T (Satuan Khusus Anti Terror), personel berjumlah 44 orang dengan 25 unit sepeda motor (jenis Trail) special engine 125cc.

Para personelnya menggunakan senjata organik satuan, berupa FNC Carbine 5,56 mm, Sub Machine Gun Scorpion 3,62 mm, P1 9 mm pistol, p2 9 mm pistol, CZ 83 9 mm pistol.

Seperti diketahui, pengejaran kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang dipimpin Ali Kalora terus digiatkan setelah terjadi pembunuhan empat warga di Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Pasukan khusus TNI yang terdiri dari Komando Strategi Angkatan Darat ( Kostrad), Marinir, dan Pleton Pengintai Keamanan (Tontaikam) pun didatangkan ke Sulawesi Tengah, khusus memburu kelompok yang dipimpin Ali Kalora.

Seperti dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Pasukan Kostrad, Marinir, dan Tontaikam Ikut Buru Kelompok Ali Kalora'

Danrem 132 Tadulako Brigjen TNI Farid Makruf mengatakan, pasukan khusus yang diturunkan ini akan membantu memperkuat pasukan Satuan Tugas Tinombala yang ada selama ini.

"Dengan penambahan pasukan ini, kita berharap pengejaran kelompok Ali Kalora semakin efektif," kata Danrem Farid, Selasa (1/12/2020).

Menurutnya, selama ini sinergi TNI dan Polri dalam memburu kelompok teroris cukup efektif mendesak pergerakan kelompok Ali Kalora.

Hal ini terlihat dari pergerakan kelompok ini yang terus berpindah, dari Kabupaten Parigi Moutong hingga ke Kabupaten Sigi.

"Selama ini kan dia seolah-olah menguasai Poso. Sebenarnya tidak ada kehebatan mereka kecuali mereka sangat menguasai medan.

Karena Ali Kalora itu dulunya bekas penebang kayu, sehingga dia menguasai jalur-jalur di dalam hutan," jelas Farid.

Sebagai informasi, setelah pembunuhan satu keluarga di Desa Lembantongoa, Satuan Tugas Tinombala dikerahkan untuk memburu pelaku.

Menurut Kapolres Sigi AKBP Yoga Priyahutama, pelaku pembunuhan berjumlah enam orang dan diduga dari kelompok MIT.

"Terindikasi seperti itu ada kemiripan dari saksi-saksi yang melihat langsung saat kejadian yang kami konfirmasi dengan foto-foto (DPO MIT Poso) ada kemiripan. Terindikasi," terangnya, Sabtu (28/11/2020).

Kehebatan Satgas Tinombala

Selain itu, ada juga Satuan Tugas ( Satgas) Tinombala yang sedang memburu Ali Kalora Cs.

Melansir dari Wikipedia, Satgas Tinombala dibentuk pada tahun 2016 dan merupakan pasukan gabungan TNI dan Polri.

Dulu di awal pembentukannya, Satgas Tinombala pernah melibatkan satuan Brimob, Kostrad, Marinir, Raider, hingga Kopassus.

Satgas Tinombala kini tengah memburu kelompok teroris Ali Kalora lantaran diduga membantai 4 warga dan membakar rumah di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Berikut rangkuman fakta tentang kehebatan Satgas Tinombala yang kini tengah memburu kelompok teroris Ali Kalora.

1. Dulu libatkan Kostrad dan Kopassus

Operasi Tinombala adalah operasi yang dilancarkan oleh TNI dan Polri pada tahun 2016 di wilayah Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.

Satgas Tinombala dulunya melibatkan satuan Brimob, Kostrad, Marinir, Raider, dan Kopassus.

Menurut TNI dan Polri, Satgas Tinombala berhasil membatasi ruang gerak kelompok Santoso dan membuat mereka berada dalam kondisi "terjepit dan kelaparan".

Pada tanggal 18 Juli 2016, Santoso alias Abu Wardah tewas ditembak oleh Satgas Tinombala setelah terjadinya baku tembak di wilayah desa Tambarana.

2. Bertujuan menangkap kelompok Santoso

Satgas Tinombala awalnya bertujuan untuk menangkap kelompok teroris Santoso.

Satgas Tinombala dimulai pada tanggal 10 Januari 2016 dan merupakan kelanjutan dari Operasi Camar Maleo IV.

Satgas ini melibatkan sekitar 2.000 personel.

3. Penyergapan Sangginora

Pada 9 Februari 2016, kontak tembak jarak dekat pertama dalam Operasi Tinombala terjadi. Sebuah mobil misterius dengan kaca tertutup berhenti di desa Sangginora, Poso Pesisir Selatan.

Mereka berhenti di kios dan membeli perbekalan di luar batas kewajaran. Pemilik kios curiga dan melaporkan mobil tersebut kepada Satgas Tinombala yang terdekat.

6 orang personel gabungan TNI-Polri kemudian mendatangi mobil tersebut. Brigadir Wahyudi Saputra yang mengetuk kaca mobil, secara tiba-tiba ditembak dari dalam mobil oleh terduga teroris.

Melihat Wahyudi jatuh tersungkur, 5 anggota TNI-Polri lainnya langsung menembak ke arah mobil misterius tersebut, menewaskan 2 teroris di dalamnya.

Wahyudi tewas saat dilarikan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Poso akibat luka tembak di dagu kiri dan menembus leher belakang.[butuh rujukan]

4. Kematian Santoso

Pada 18 Juli 2016, kontak tembak terjadi di pegunungan sekitar Desa Tambarana, Poso Pesisir Utara, sekitar pukul 17.00 WITA.

Dalam baku tembak yang berlangsung sekitar setengah jam itu, dua orang tewas, dan mereka adalah Santoso dan Mukhtar.

Basri yang awalnya diperkirakan tewas (belakangan ternyata Mukhtar), berhasil kabur.

Kepala Satuan Tugas Operasi Tinombala Kombes (Pol.) Leo Bona Lubis mengungkapkan, kepastian Santoso tewas diperoleh dari hasil identifikasi fisik luar dan dari keterangan saksi-saksi.

Penyerbuan terhadap kelompok Santoso dilakukan sekitar pukul 16.00 WITA oleh anggota satgas bersandi Alfa-29 yang terdiri atas sembilan orang prajurit Yonif Raider 515/Kostrad.

Saat melaksanakan patroli di pegunungan Desa Tambarana, mereka menemukan sebuah gubuk dan melihat beberapa orang tidak dikenal sedang mengambil sayur dan ubi untuk menutup jejak.

Mereka juga menemukan jejak di sungai dan terlihat tiga orang di sebelah sungai namun langsung menghilang.

Tim satgas ini kemudian berupaya mendekati orang-orang tak dikenal itu dengan senyap. Setelah berada dalam jarak sekitar 30 meter, mereka kemudian terlibat kontak senjata sekitar 30 menit.

Setelah dilakukan penyisiran seusai baku tembak, ditemukan dua jenazah dan sepucuk senjata api laras panjang. Sedangkan tiga orang lainnya berhasil kabur.

Dua jenazah, yakni Santoso dan Mukhtar, kemudian dievakuasi pada Selasa pagi ke Polsek Tambarana, Poso Pesisir Utara.

Hanya beberapa menit di Polsek Tambarana, jenazah kedua buronan dalam kasus terorisme itu diterbangkan dengan sebuah helikopter menuju Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufrie Palu.

5. Penangkapan Basri dan kematian anggota lainnya

Pada 14 September 2016, Basri bersama istrinya ditangkap oleh Satgas Operasi Tinombala. Mereka ditangkap tanpa melakukan perlawanan sama sekali. Dia dan istrinya kemudian di bawa ke Palu untuk diperiksa atas keterlibatannya dalam kelompok Santoso.

Pada 14 September 2016, seorang terduga teroris ditemukan tewas di pinggir Sungai Puna di desa Tangkura, Poso Pesisir Selatan, sekitar pukul 9:30 pagi waktu lokal (WITA).

Orang tersebut kemudian diidentifikasi sebagai Andika Eka Putra, salah satu DPO.

Berdasarkan informasi dari Kapolda Sulawesi Tengah, Brigjen. Pol. Rudy Sufahriadi, Andika tewas karena kepalanya terbentur batu pada saat dia akan menyeberangi sungai. Tim satgas kemudian diturunkan ke lokasi untuk mengambil jenazah dan dibawa ke RSUD Poso.

Pada 19 September 2016, Satgas Operasi Tinombala Charlie 16, sedang berpatroli di wilayah perkebunan Tombua dan tiba-tiba bertemu dengan Sobron, salah satu DPO.

Sobron kemudian terpojok dan mengambil granat dari sakunya setelah dia diminta untuk menyerah.

Belum sempat melempar granat tersebut, Satgas kemudian menembaknya di kepala karena dia tidak mau menyerah. Di tubuhnya ditemukan empat granat dan dua machete.

Pada tanggal 10 November 2016, Yono Sayur ditembak mati oleh pasukan gabungan setelah sebelumnya mencoba melarikan diri.(*)

Sumber: SURYA.co.id
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: