google-site-verification=82PdpwdCu4bGf44-_1RqOUmGCL486EA2zsKIthhSql8

Senin, 07 Maret 2016

Kamera pengintai di Mesin ATM


Sejatinya kasus kejahatan perbankan dengan menggunakan alat skimmer di Indonesia mulai hangat enam tahun belakangan ini. Kasus pertama mencuat ialah pembobolan skimmer nasabah Bank Central Asia. Sejak saat itu kasus kejahatan perbankan dengan modus skimmer ramai di Indonesia. Pakar IT dari Infosec Consultant, Ruby Zukri Alamsyah mengatakan pembobolan rekening nasabah bank dilakukan skimmer itu memang mendapat celah untuk beraksi di Indonesia. Apalagi, kartu debit (Kartu ATM), terbitan milik beberapa Bank ada di Indonesia kebanyakan masih menggunakan media penyimpanan data pita magnetik. Media tersebut juga kemudian menjadi celah buat skimmer menjalankan aksinya di Indonesia. Menurut Ruby, media penyimpanan pita magnetik itu paling mudah menyalin data nasabah. "Karena peraturan BI mengganti ke kartu chip tetapi masih ter undur," ujar Ruby saat berbincang dengan merdeka.com, Sabtu dua pekan lalu. Dia pun mengatakan jika alat skimmer itu menyalin data nasabah melalui magnetic card rider. "Di ATM-ATM jenis tertentu itu mudah sekali dipasangkan alat skimmernya," Untuk cara kerja, Ruby menjelaskan, hanya cukup dua menit untuk memasangkan alat skimmer pada mesin ATM. Alat itu biasanya di taruh di mulut slot kartu ATM. Selain memasang alat skimming kartu berbentuk mirip lobang slot kartu, buat membaca nomor PIN, pelaku juga memasang kamera pengintai. Kamera itu kemudian mengawasi gerakan tangan nasabah ketika menekan tombol angka kode PIN ATM. "Ada kamera kecil mengarah ke Pin Pad ATM," tutur Ruby. Namun selain dengan kamera pengintai, biasanya pelaku juga ikut dalam antrean sambil memperhatikan gerakan tangan korban menekan angka PIN. Jika pelaku berhasil mengopi data nasabah, selanjutnya data itu akan di pindahkan menggunakan kartu kosong. Tanpa menggunakan nomor PIN untuk transaksi, pelaku juga bisa dengan leluasa menguras rekening nasabah. Sebab saat ini, fungsi kartu debit (ATM) tak perlu lagi menggunakan validasi tandatangan ketika melakukan transaksi. "Hampir sama seperti kartu kredit," ujar Ruby. Kepala Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Eni Panggabean pun mengantisipasi ulah para pelaku kejahatan perbankan ini. Salah satunya ialah dengan memperkuat sistem transaksi keuangan. Bank Indonesia pun menggandeng Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia untuk mempersempit ruang gerak para pelaku. Berdasarkan data yang dimiliki BI, sejak 2012 hingga saat ini, Indonesia menempati posisi terendah untuk tindak kejahatan perbankan. Dari data itu tercatat, kejahatan perbankan menggunakan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) hanya 0,0008 persen. Angka itu diambil dari total nominal transaksi selama 2014 hingga Februari 2015. "Meskipun relatif kecil, Bank Indonesia tetap berkomitmen untuk menjaga keamanan transaksi dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat terhadap instrumen APMK," ujar Eni. Senada dengan Eni, Ruby pun berpendapat sama, dia pun mendorong agar bank selaku pembuat fasilitas itu juga harus memberikan informasi ke nasabah mengenai tindak kejahatan ini. Apalagi, kejahatan skimmer masih kerap terjadi dan menimpa nasabah bank. Kemudian dia pun mendorong bank meningkatkan pengamanan karena kejahatan skimmer terus berkembang. Mereka mengikuti perkembangan teknologi. Untuk menghindar dari pelaku skimmer, Ruby pun berpesan agar nasabah baiknya menggunakan mesin ATM di Bank, karena lebih aman untuk melakukan transaksi. "Paling aman ke ATM yang ada sekuritinya," ujar Ruby.by merdeka.com
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: